Friday, January 23, 2015

hujan januari

hai januari, hai hujan
bukankah baru kemarin kau menyapa bumiku di bulan desember? sudah keberapa kalinya kah kedatanganmu hari ini? bahkan belum sempat tanahku dikeringkan matahari, kau sudah membasahinya lagi. belum sempat tubuhku menyerap hangatnya matahari, sudah kau dinginkan dia lagi.

hai januari, hai hujan
setiap tetesmu seperti berkisah. tentang kepergian, tentang kerelaan, tentang pepisahan, dan tentang penerimaan. pernahkan kau menjadi syarat terjadinya sebuah pertemuan? seperti "aku akan menemuimu kala hujan pertama turun". mungkin terdengar seperti drama atau opera, tapi pernahkah?

hai januari, hai hujan
ini baru awal tahun. baru awal dari sebuah buku. tapi dingin sudah membukanya pertama kali. gelap sudah mewarnainya pertama kali. masih adakah harapan untuk dingin dan gelap itu untuk pergi? masihkah ada celah untuk hangat dan terang datang menghampiri? semoga belum terlambat untuk menemukan sehelai selimut, atau sekedar sabatang lilin dan korek api.

hai januari.....



jumat, 23 januari 2015
16:09:13 WIB; hujan di sore hari

Wednesday, December 24, 2014

hai, apa kabar?
sudah berapa lama waktu berlalu sejak terakhir kali aku menumpahkan rasa di atas lembaranmu. mungkin sebulan? mungkin setahun? atau lebih dari itu? ntahlah. diantara hari yang kulewati kemarin ada masa pahit yang hingga saat ini masih menghantui bahkan menjerat pikiranku.

mengapa harus begini jalan ceritanya? terkadang ide kejam menjamahku, haruskah aku membunuhnya agar aku lebih merasa terjaga, lebih merasa aman? tapi tak ada dayaku melakukannya. hanya menangisi keterbatasanku yang hingga saat ini masih terombang-ambingkan rasa lelah dan sakit. mengapa tak mau mengerti, bahwa aku sudah tak sanggup lagi melanjutkan kisah ini?

atau mungkin harus kutunjukkan seorang pengganti agar dia tahu bahwa tak ada kesempatan lagi? tapi siapa? atau apa? atau bagaimana? menciptakan kisah baru berarti juga menciptakan kebohongan baru. lalu sampai kapan hidupku harus kuwarnai dengan dusta?

hai, apa kabar?
jangan tanyakan kabarku. karena hidup dan matipun mungkin tak ada bedanya lagi bagiku.

Tuesday, January 1, 2013

secangkir coklat panas di penghujung hari

sudah 23 jam lebih berlalu, menyisakan hujan menutup hari baru, tahun baru.secangkir coklat panas dan sebungkus biskuit menjadi teman menghabiskan hari, dengan laptop yang menyala menyajikan facebook, twitter, skype, dan... ah ya, ms. word yang tak melakukan apa-apa. rintik hujan menggantikan lantunan musik yang biasa menemaniku melewati malam. ah...., nyaman sekali. seperti bergelung dalam pangkuan bunda, menikmati belaian tangannya dan suara halusnya menyanyikan lagu-lagu lama.

kunikmati teguk demi teguk coklat panas, gigit demi gigit biskuit manis. manis-pahit terasa membungkus inderaku. persis seperti hidup. tak melulu hanya tawa di sana. tangis pun terkadang ikut memberikan warna. karena ketika bahagia, kecewa, luka, dan amarah tak menemukan jalan untuk dimengerti, maka air mata adalah satu-satunya cara agar setiap orang mau mencoba mendengar dan memahami.

sudah 23 jam lebih berlalu, menyisakan hujan di penghujung hari baru, tahun baru. dan juga tetes terakhir coklat panasku. remah remah terakhir biskuit dalam kaleng menyisakan sebuah pertanyaan, berapa lama lagi waktuku menikmati saat-saat seperti ini?

Monday, December 31, 2012

11 jam sebelum pergantian tahun

langit masih menyimpan mendung, awan masih menyimpan hujan, dan tanah masih menguarkan aroma basah yang masih tetap menggelitik setiap kali kuhirup dalam. masih terlalu dini untuk hujan, namun sudah terlalu gelap untuk memberi celah matahari bersinar. jadi kunikmati saja mendung yang menggantung rapat, sambil menghirup angin dingin bercampur bau tanah basah, membiarkannya memanja indera penciumanku sebelum hujan menghilangkan semuanya.

siang ini, 11 jam sebelum pergantian tahun. ada 11 jam waktu bagiku untuk merenung. tentang segala hal yang telah kulalui, segala masalah yang telah kualami, tentang segala keputusan yang tak dapat kutarik kembali. 11 jam sebelum suara terompet pergantian tahun memenuhi gendang telinga. 11 jam sebelum semarak kembang api menyaingi terangnya bulan purnama. 11 jam sebelum kalender kembali ke Januari.

apakah akan hujan? apakah hanya langit, ataukah mataku juga akan ikut dalam gerimis?
apakah akan ada kebersamaan? apakah hanya satu, dua-- ataukah lagi-lagi sendirian kulalui malam pergantian ini?
apakah akan baik-baik saja? apakah masih tetap ssama, ataukah semuanya akan berubah dan aku akan ditinggalkan lagi?

siang ini, 11 jam sebelum pergantian tahun. lagi-lagi kurasakan sepi menyergap dan menjebakku dalam lingkarannya. perasaan kehilangan, perasaan sendirian, dan perasaan ditinggalkan mengikatku dalam pusarannya. padahal aku berjanji tak akan mengharapkan siapapun untuk selalu menemaniku, karena sepi adalah kawan paling setia dalam setiap detik hidupku.

siang ini, 11 jam sebelum pergantian tahun......

Friday, November 30, 2012

dingin



Dingin....
Lekat memeluk ragaku yang makin menggigil
Mengikat, seperti kenangan yang masih menyisakan luka
Meski tak lagi ia berdarah
Namun perihnya masih sangat menyiksa


Dingin....
Rapat menyelimuti ragaku yang semakin lelah
Menahan nafasku yang mulai terpatah-patah
Walau keras ku mencoba menggapai dua-tiga patok di depanku
Masih saja letih mematahkan langkahku

Dingin....
Tak juga mau melepasku
Walau tangis sudah menghiasi keluhku
Dan air mata mengaliri gigilku
Menambah erat dingin memelukku
Menambah tajam dingin mengiris-iris kulitku

Kutatap kedua tangan yang jarinya mengeriput
Kutiup kulit yang mulai memutih
Kurasakan nafas yang semakin sesak
Kunikmati sakit yang mengikat erat tubuh

Ketika pandangan ini mulai memudar
Saat itu... kusadari waktuku untuk bersandar

Friday, November 16, 2012

hujan, mengapa berhenti?

bau tanah basah masih meruap mengungkungku
sisa siraman hujan yang meninggalkan harum di sekitarku
baru semenit yang lalu
hujan berhenti turun walau mendung masih menggantung
baru semenit yang lalu
hujan mereda walau langit masih belum bercahaya

hujan, mengapa berhenti?
masih belum puas telingaku mendengar ketuk merdumu
masih belum bosan kulitku merasai dinginmu
masih belum jenuh hidungku membaui aromamu
masih belum jengah mataku memandangi rinaimu

hujan, mengapa berhenti?
aku masih butuhkan suara itu untuk samarkan isakku
aku masih butuhkan rintik itu untuk samarkan air mataku
aku masih butuhkanmu
untuk dinginkan hatiku yang tersengat cemburu
pada dia, dia, dan dia
masih juga orang yang sama

hujan, mengapa berhenti?
turunlah lagi, temani aku melewati menit-menit sepi
jatuhlah lagi, basahi tubuh dan jiwa yang kering ini
merintiklah lagi, mari kita menari
merayakan luka yang tak berhenti menyapa
menyambut sakit yang masih selalu menggigit

hujan, mengapa berhenti?
ayolah, turunlah lagi....

Monday, November 5, 2012

Senin Pagi

selamat pagi senin . . . .
maukah kau bantu aku memulai minggu ini dengan senyuman? karena aku lupa bagaimana caranya tersenyum dengan ringan sejak selasa menggantikanmu tepat seminggu yang lalu.

selamat pagi senin . . . .
aku mencoba mengawalimu dengan hangatnya kopi susu dan manisnya biskuit coklat. di setiap teguknya, harapanku melayang pada hangatnya sapa dari orang-orang terkasih. di setiap gigitan biskuit, doaku terarah pada manisnya senyuman dari hati-hati yang selalu tulus memberi.

selamat pagi senin . . . .
ijinkan aku memohon satu bantuan padamu . . . . tolong bantu aku membawa lagi semangat yang perlahan menguap di akhir minggu yang lalu. berikan aku jalan untuk tetap membawa semangat itu hingga minggu ini berlalu, dan minggu-minggu yang baru menjemputku.

terima kasih . . . .
dan selamat pagi, senin . . . .