Tuesday, October 23, 2012

Dengan Sadar

sebelumnya, saya tidak pernah terpikir untuk menulis seperti ini. mungkin sebelumnya saya adalah gelap yang selalu berusaha terlihat terang. mungkin dulunya saya adalah cacat yang selalu ingin nampak sempurna. mungkin, sekali lagi semuanya masih mungkin.

tidak ada yang tau pasti apa yang sedang, atau akan terjadi. saya pun tidak. yang saya tau hanya, apapun yang telah terlewati cukup memberikan pelajaran bagi saya untuk berkaca. bahwa tidak setiap rencana bisa seindah gambarannya. bahwa tidak semua harapan bisa semudah membayangkannya.

jadi ini, titik kesadaran saya. setiap jalan yang saya lewati adalah saksi dari peluh yang menetes ketika keras saya berusaha melangkah. setiap orang yang saya temui adalah saksi dari luka yang tergores ketika keras saya berusaha bangkit lagi. dan setiap angin yang berhembus, setiap daun yang luruh, setiap kerikil yang menggelinding, setiap nafas yang terhela, adalah saksi. sebuah perjuangan dari seseorang yang pernah gagal dan kalah. namun masih mencoba bangun, dan kembali melangkah.

------

sebuah harapan yang tertuang dalam tulisan
di tengah waktu maghrib
dua puluh tiga oktober dua ribu dua belas

Monday, October 22, 2012

Penegasan

hey, bukankah sudah kukatakan bahwa aku memang mencintaimu?
bukankah sudah juga kukatakan bahwa aku menyayangimu?
bukankah sudah pula kukatakan bahwa aku merindukanmu?
aku menyimpan dalam-dalam namamu?

aku mencintaimu lebih dari kau mencintaiku. menyayangimu lebih dari sayangmu untukku. merindukanmu lebih dari rindumu padaku.menyimpan namamu lebih dalam daripada kau menyimpanku.

bukan . . . . bukan aku ingin menarik perhatianmu. bukan juga untuk memaksamu untuk lebih mencintaiku. aku hanya ingin kamu tau, bahwa hati ini cuma untukmu. hanya ingin kamu tau, bahwa setiap tangis dan tawaku adalah tentang kamu.

------

jika kamu masih juga belum percaya, lihatlah dalam kedua mataku
adakah kebohongan berpendar di situ?

Sunday, October 21, 2012

Akhirnya....

Akhirnya . . . .
setelah kepenatan melepaskan ikatannya dariku, aku mampu untuk melanjutkan langkah yang sempat tertahan oleh peluh yang membanjiri sepatuku.

Akhirnya . . . .
setelah kelelahan menguap dari ubun-ubun kepalaku, aku bisa kembali melihat apa yang seharusnya tak terjadi untuk memperbaikinya lagi.

Akhirnya . . . .
setelah cahaya berpendar sempurna di depan mataku, aku dapat melihat lagi jalan gelap yang sudah kutempuh sekuat tenaga untuk mencari arah keluarnya.

Akhirnya . . . .
kudapatkan lagi senyuman yang pernah memudar
kudapatkan lagi sapa hangat yang sempat menghambar
seperti saat dulu, saat semuanya masih baik-baik saja
seperti saat seolah tak pernah ada yang salah

Akhirnya . . . .
tidur lelap menantiku di ujung malam yang mengakhiri sebuah penantian akan datangnya tenang, dan damai yang mendampingi bidadari mengantarkan bunga-bunga pada mata-mata terpejam, juga rasa lega setelah semuanya yang terjadi menuliskan baris terakhir yang berbunyi, "Selamat Malam Dunia, Selamat Tidur"

Monday, October 15, 2012

Aku dan Pelampiasan Kemarahan

baik, tuduh saja aku sedang menyalahkan keadaan. bilang saja aku tidak bisa menerima kenyataan. katakan saja aku pecundang. tapi coba, sanggupkah jika harus berdiri di tempatku?

aku bukan sedang mencari pembenaran. juga tidak menuntut pembelaan. aku hanya ingin berbagi emosi yang mengaduk jiwaku. aku ingin berbagi lelah yang menghimpit dadaku. ingin berbagi sakit yang menyesakkan nafasku, memberatkan langkahku.

setelah sekian tahun terbiasa tanpa kepedulian, berbeda rasanya ketika perhatian itu datang dalam wujud tak terduga. bukan, aku tidak membicarakan tentang teriakan, apalagi pukulan. aku hanya membicarakan pertanyaan. sebuah pertanyaan biasa yang andai ia datang tidak di saat benakku penuh dengan ketakutan. tentang sebuah nasihat yang akan terasa indah andai ia datang tidak di saat jiwaku disita oleh kelelahan.

kepada kemarahanku, menguaplah. jangan siksa batinku dengan tumpukan emosi yang menyelimuti hati.
kepada kelelahanku, pergilah. jangan tahan langkahku dengan lapisan keluhan yang menghilangkan semangat
kepada kesakitanku, sembuhlah. jangan himpit lagi jiwa yang hampir mati dengan sesak yang menyiksa.
dan kepada kematian.....

Monday, October 8, 2012

Ditemani Secangkir Kopi Susu

berat, aku membuka mata pagi ini
berusaha melihat arah senyuman mentari yang menelusup melalui celah jendela kamar
seperti tersadar setelah lama terbalut abu-abu
meraba-raba dinding mencari sakelar
seperti bayi yang belajar berjalan, tahun ke-satu

ditemani secangkir kopi susu, kukumpulkan lagi nyawaku
seperti orang dulu sering katakan
terasa familier di benak masa kecilku
"mengumpulkan nyawa", sebuah frasa yang membawa jutaan kenangan
tentang langit subuh hari yang gelap
tentang angin subuh hari yang dingin
tentang air subuh hari yang membekukan
dan tentang aroma kopi subuh hari yang menghangatkan

ditemani secangkit kopi susu, kusandarkan tubuhku di kursi
mengingat-ingat rasa yang yang sepertinya pernah kumiliki
entah siapa, dimana, atau bagaimana
bukan hilang, hanya sudah terlalu jauh terpendam
nyaris terlupakan

ditemani seangkir kopi susu, matahari mulai meninggi
kuteguk tetes terakhir kopi susu yang mulai dingin
mengendap, membawa ampas ke dasar cangkir
seperti kenangan yang pelan-pelan tersingkir
menyisakan pekat, dan pahit
seperti luka yang masih meninggalkan sakit

ditemani tegukan terakhir kopi susu
kubangkitkan tubuhku dari sandaran kursi yang menopangku
untuk berjalan lagi
melanjutkan sisa perjalanan
yang telah kumulai jauh sebelum pagi ini

cangkir kopi susu-ku telah kosong
untuk ku isi lagi, besok pagi

Friday, October 5, 2012

Catatan Ketika Hujan



Entah sudah berapa bulan berlalu dalam gersang
Hingga hari ini datang, membawa hujan yang jatuh perlahan
Menguarkan aroma tanah yang segar
Mengalirkan hawa dingin yang menenangkan
Tapi juga mengantarkan sunyi yang mencekam

Hari ini, hujanku turun lagi
Meski bukan yang pertama kali
Masih sedingin yang pernah kutemui
Masih juga sederas yang biasa terjadi
Tapi rasanya sudah sangat lama
Sejak kali terakhir aku merasakan dinginnya
Memelukku begitu erat
Hingga bernafas pun sulit kurasakan

Dingin… sesak… dan menyiksa
Lebih dari sekedar gigil yang menggigit
Lebih dari sekedar kelam yang mengikat
Lebih…
Nafasku yang mulai nyilu
Jemariku yang mulai beku
Dan raut wajah yang makin membiru
Menjerat aliran kata yang pelan melaju
Tercekat tepat di ujung kuku-kuku
Dan terhenti
Tanpa sempat tertuang lebih jauh lagi

Entah sudah berapa bulan berlalu dalam gersang
Hingga hujan deras kembali mengunnjungi kota ini
Memelukku kembali dalam dingin dan sepi
Seperti yang pernah terjadi
Dulu… saat hati ini masih memeram sakit sendiri


04102012
16:29:20
@ A very cold classroom

Monday, October 1, 2012

Sebuah Kisah Usang

haruskah aku mengakhiri semua cerita ini
ketika hati mulai utuh kembali
dari keping-keping mati yang kukumpulkan sendiri
menyusunnya lagi
meski tak cukup waktu hanya hitungan hari

memang semua kisah ini sudah usang
bukan cerita baru dengan bumbu-bumbu drama
bukan lakon baru di panggung-panggung pertunjukan
bukan juga dongeng baru di malam-malam penuh impian

kisah yang kulalui hanya kisah pada umumnya
se-klise dan se-absurd kisah cinta yang lainnya
seperti tentang menghabiskan waktu bersama
membagi begitu banyak cerita-cerita
lalu diam-diam saling memendam dan jatuh cinta

jadi, haruskah kuakhiri saja semuanya?
mencoba menyusun cerita baru, dengan plot yang juga baru
menulis kisah baru, dengan tokoh yang juga baru
yang bukan aku dan hati tak utuh milikku
yang tidak bicara tentang adanya dia atau dia di hidupku
hanya sebuah kisah yang baru dengan segala hal yang juga baru

ini hanya sebuah kisah usang
tentang sesuatu yang pernah kulalui
antara aku, hati, dan cinta